Makalah | Ontologi Dalam Perspektif islam BAG-1

‘Filsafat Ilmu:Bagaimanakah Ontologi Dalam Perspektif Islam ???
1.1. Latar Belakang
Munculnya filsafat ilmu telah mengantarkan manusia pada perkembangan ilmu pengetahuan yang amat luas dan mendalam, salah satunya adalah pengetahuan tentang sains atau ilmiah. Pemahaman kita tentang proses realitas atau alam semesta, melalui sebuah pemahaman pikiran manusia telah memberikan beberapa kajian tentang ilmu filsafat yang salah satunya merupakan pemahaman ontologi (teori wujud) secara umum dan ontologi perspektif Islam.
Dalam pembahasaan ini sangat menarik bagaimana sebuah kajian ilmu Islam dihadapkan pada kajian ilmu barat. Dalam kajian ini juga memberikan gambaran bagi kita tentang konsep Islam itu sendiri. Dalam konsep Islam memberikan gambaran pada kita sebuah pandangan pada kajian Al-Quran dan Hadist.
1.2.  Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah pengertian ontologi menurut Islam?
2. Bagaimanakah konsep-konsep ontologi Islam?
3. Siapa sajakah tokoh-tokoh ahli filsafat Islam?
1.3.  Tujuan
1. Mengetahui pengertian ontologi menurut Islam.
2. Mengetahui konsep-konsep ontologi Islam.
3. Mengetahui tokoh-tokoh ahli filsafat Islam.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Ontologi Perspektif Islam
Ilmu filsfat secara umum menjelaskan tentang paham wujud (ontology), paham alam (cosmology), paham ilmu (epistemology), paham metodologi (methodology), dan paham nilai (value) dalam Islam.
”Science”, menurut penjelasannya, adalah ”kajian tentang alam”. Mengkaji alam ini tidak bisa dilepaskan dari lima paham di atas. Berbeda konsep pemahamannya, maka akan berbeda pula out put kajiannya. Oleh karena itu, menurutnya, perlu dijelaskan satu-satu, seperti apa pandangan Islam mengenai kelima paham tersebut. Ontologi adalah paham mengenai hakekat sesuatu. Seseorang yang mengkaji sesuatu akan bertanya ”apa ini?” itu artinya ia sedang mengamati hakekat objeknya.
Dalam Islam, ontologi itu tidak sekedar yang tampak dan dapat dicerap oleh alam empiris, tapi lebih dari itu. Ada ”the ultimate reality” di balik yang empirik ini. Hakekat mutlak mendasari alam zahir; alam manusia, alam hewan, alam tumbuhan-tumbuhan, dan alam-alam lainnya.
Pemahaman ini agak berbeda dengan cara pamdang Barat yang membatasi dirinya dengan dunia empiris. Bagi mereka yang tampak dan diserap oleh panca indera itulah yang wujud. Di luar itu tak disebut wujud, tapi ilusi belaka. Pandangan mereka ini yang kemudian mengilhami lahirnya kalangan empik-positivistik, yang memonopoli istilah ”science” untuk untuk empirical.
Dari sini bisa disimpulkan, secara ontologis, tujuan akhir mereka adalah yangempirical juga. Makanya jangan heran kalau kita melihat kaum kuffar (orang-orang tak beriman) sangat mati-matian mencari hidup, untuk mengekalkan kehidupan mereka, walau itu mustahil.
Sementara bagi Islam, yang wujud itu tidak sekedar fisik, tapi transfisik atau metafisik. Alam fisik ini hanya pengejewantahan ’af’al sifat-sifat Allah yang metafisik. Oleh karena itu, Allah Swt. itu absolut, dan alam ini sebaliknya. Allah pencipta dan alam ciptaannya. Allah kekal dan alam tidak kekal.
Paham wujud (ontologi) yang benar menurut Islam, seperti disebutkan di atas, adalah yang mendasari paham manusia tentang alam (kosmologi). Kosmologi Islam, adalah ilmu tentang ”kaun”, alam fisikal. Alam ini selalu bergantung kepada Allah Swt.
Setiap titik alam selalu merujuk dan menjadi ayat kepada Tuhannya. Bahkan hukum sebab-akibat pun sebenarnya, mengikut pendapat ini, tidak bisa diakui. Konsep sebab-akibat mengimplikasikan proses yang independen dari Tuhan. Padahal tidak bisa demikian, karena hakekatnya semua yang ada tetap dibawa kuasa Allah, bukan akibat di bawah akibat.
Contohnya adalah, ”Gerak kertas secara zahir memang berkaitan dengan gerak yang lain. Mungkin tangan, angin atau lainnya. Tapi penggerak hakiki tetap Allah Swt,”.
Guna menafikkan hukum sebab-akibat ini, Adi meurujuk kepada Al-Ghazali. Ia mencontohkan bahwa peristiwa A (makan) dan B (kenyang) bukanlah sebab akibat. A dan B kejadiannya memang diatur terjadi serentak oleh Allah. Keduanya sama-sama diinginkan oleh Allah. Itulah hukum ’Adi (hukum kebiasaan) yang diturunkan Allah. Karena orang yang makan nasi biasanya kenyang (adatnya), tapi ada juga yang tidak kenyang, yang mungkin adat itu suatu waktu memang dicabut oleh Allah. Makasennatullah fil ardhi tidaklah dharuri (mesti).
Selanjutnya, paham keilmuan Islam (epistemologi) mesti berkaitkelindan dengan paham wujud. Kalau Barat melihat sesuatu berdasarkan experience-nya yang empirik, maka experience Islam tidak saja empirik, tapi juga meta-empirik; pengalaman pancaindra, rohani spiritual, dan trans-empirikal.
Karena itu, jika sebagian kalangan, utamanya kaum sekularis, menyebut apa yang diluar empirik itu mimpi atau ilusi, maka sebenarnya bagi Islam itu juga konkret sebagaimana yang empirik.
Makanya dalam filsafat sains Islam sangat erat dengat pengalaman Sufi yang betul-betul, bukan psedo-sufi. Pengalaman trans-empirikal kaum sufis sangat kongkret bagi mereka, karena mereka dalam keadaan sadar. Kemudian pengalaman mereka ini ditulis dalam kitab yang bisa dinikmati oleh kita yang tidak ikut secara langsung menyaksikannya. Ibarat orang yang pergi ke Antartika dan mengalami observasinya dengan konkret, lalu menceritakan kepada yang tak pernah menyaksikannya.
2.2. Konsep Ontologi Islam
A. Ontologi secara Umum
Secara ontologis, ilmu membatasi masalah yang dikajinya hanya pada masalah yang terdapat pada ruang jangkauan pengalaman manusia. Istilah yang dipakai untuk menunjukkan sifat kejadian yang terjangkau fitrah pengalaman manusia disebut dengan dunia empiris.
Ilmu mempelajari berbagai gejala dan peristiwa yang menurut anggappannya mempunyai manfaat bagi kehidupan manusia. Berdasarkan obyek yang ditelaahnya, maka ilmu dpat dissebut sebagai pengetahuan empiris.
Untuk mendapatkan pengetahuan ini ilmu membuat beberapa andaian (asumsi) mengenai obyek-obyek empiris. Asumsi ini diperlukan sebagai arah dan landasan bagi kegiatan penelaahhan kita. Sebuah pengetahuan baru dianggap benar selama kita bisa menerima asumsi yang dikemukakannya. Ada tiga asumsi mengenai obyek empiris yang dimiliki oleh ilmu, yaitu :
(1) menganggap obyek-obyek tertentu mempunyai keserupaan satu sama lain, umpamanya dalam hal bentuk, struktur, sifat dan sebagainya.
(2)   menganggap bahwa suatu benda tidak mengalami perubahan dalam jangka waktu tertentu;
(3)   menganggap tiap gejala bukan merupakan suatu kejadian yang bersifat kebetulan. Tiap gejala mempunyai pola tertentu yang bersifat tetap dengan urut-urutan kejadian yang sama. Hal ini disebut determinisme. Determinisme dalam pengertian ilmu bersifat peluang (probabilistik).
Pembahasan pengetahuan objek itu dipikirkan secara mendalam sampai pada hakikat. Terdiri atas :
1. Materialisme/naturalisme :hakikat benda adalah materi itu sendiri,
rohani, jiwa, spirit muncul dari benda, Naturalisme tidak mengakui
roh , jiwa tentu saja termasuk Tuhan
2. Idealisme : Hakikat benda adalah rohani, spirit. Alasan : nilai rohnya
lebih tinggi dari badan, manusia tidak dapat memahami dirinya
daripada dunia dirinya.
3. Dualisme : hakikat benda itu dua, materi dan imateri, materi bukan
muncul dari roh, roh bukan muncul dari benda, sama-sama hakikatnya
4. Skeptisisme
5. Agnotisme : manusia tidak dapat mengetahui hakikat benda
Hasilnya :
1.)    Kosmologi, 2.) Antropologi, 3.) Theodicea, 4.) Macam-macam filsafat

0 komentar:

Posting Komentar

Budayakan Komentar dong masbro...
jangan cuma Baca, Copas, Ngacir... hehe

  • Digg
  • del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Yahoo! Buzz
  • Technorati
  • Facebook
  • TwitThis
  • MySpace
  • LinkedIn
  • Google
  • Reddit
  • Netvibes
Info Radio Streaming
Radio Online Untuk Web Anda
www.kunjungisaja.ah
Butuh motivasi Hidup
Cerita Tentang Kehidupan Dan Cinta
Design by Blogger Tune-UpCopyright © 2011 Online Library | Makalah | e-Book | Powered by Blogger